TRAINING OF TRAINER
LEGAL LITERACY DAN ADVOCACY
PROGRAM MAMPU
Dilaksanakan pada tanggal 23-25
September 2014, bertempat di Wisma Unio, Kota Malang, Jawa Timur.
Tujuan dari TOT Legal Literacy dan
Advocacy adalah:
Ø Mengidentifikasi kebijakan publik
yang berhubungan dengan Pekerja Rumahan.
Ø Meningkatkan pemahaman terhadap
kebijakan yang berhubungan dengan Pekerja Rumahan
Ø Menganalisa kebijakan publik yang
berhubungan dengan Pekerja Rumahan.
Ø Merumuskan model dan strategi
Advokasi untuk Pekerja Rumahan dan kebijakan Pekerja Rumahan.
Ø Pemetaan Pekerja Rumahan
TOT ini diikuti oleh:
Ø Project Manager
Ø Vice project manager
Ø Koordinator Divisi Organisasi dan Training
Pengembangan SDM
Ø Koordinator Divisi Kajian dan Advokasi
Ø Koordinator Divisi Data dan Informasi
Ø 14 orang fasilitator lapang yang
menjalankan tugasnya di 9 wilayah terpilih (Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota
Batu, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember)
Ø Staf keuangan
Ø Staf administrasi
Alur:
1.
Pembukaan dan penjelasan tentang kegiatan TOT
Legal Literacy dan Advocacy yang disampaikan oleh Dardiri selaku Vice Manager
Program MAMPU
2.
Dilanjutkan dengan kontrak belajar, yang
menghasilkan kesepakatan:
-
HP Silent
-
Terima telepon, harus di luar ruangan
-
Harus ijin jika akan meninggalkan forum
3.
Pre-test
Pre-test ini dilakukan untuk mengetahui pemahaman
peserta tentang materi yang akan disampaikan pada pelatihan ini.
4.
Sharing pengalaman fasilitator lapang ketika
melakukan pengorganisasian pekerja rumahan.
Sesi ini dipandu oleh Dardiri dengan tujuan agar
fasilitator lapang saling berbagi pengalaman, kendala/ hambatan, cara, dan
solusi dalam melakukan pengorganisasian pekerja rumahan di komunitas. Sehingga,
semua fasilitator lapang memiliki pengetahuan dan bisa mengantisipasi kendala/
hambatan ketika melakukan pengorganisasian pekerja rumahan di komunitasnya
masing-masing.
5.
Diskusi dan sharing informasi kasus-kasus
pekerja rumahan yang ditemui di lapangan
Diskusi ini dipandu oleh Sri Wahyuningsih, Divisi Kajian
dan Advokasi Program MAMPU.
Dari diskusi ini dapat diambil kesimpulan bahwa
rata-rata persoalan utama yang dihadapi oleh para pekerja rumahan adalah
persoalan upah yang jauh berada di bawah UMK. Kondisi ini bisa ditemui sebagian
besar pekerja rumahan. Selain itu, persoalan lain yang dialami perempuan
pekerja rumahan adalah tidak adanya surat perjanjian kerja secara tertulis,
tidak ada jaminan kecelakaan kerja, tidak ada cuti dan libur.
6.
Setelah berdiskusi persoalan-persoalan pekerja
rumahan yang ditemui, berikutnya fasilitator lapang diajak untuk berdiskusi tentang langkah-langkah
advokasi pekerja rumahan yang bisa dilakukan, antara lain:
a. Hearing
dengan DPRD
o
Sebelum hearing, harus memahami peraturan dan
undang-undang yang berkaitan dengan perempuan pekerja rumahan
o
Memaparkan secara lengkap kondisi obyektif
perempuan pekerja rumahan
o
Kalimat singkat, jelas, padat, dan tepat
b. Negoisasi
untuk menurunkan program yang menjadi program bersama
c. Audiensi
ke Dinas Tenaga Kerja
7.
Agenda berikutnya adalah Diskusi kelompok untuk
membahas:
-
Hak-hak pekerja rumahan
-
Upaya yang bisa dilakukan untuk mewujudkan hak pekerja
rumahan
-
Tantangan yang dihadapi pekerja rumahan dalam
upaya mendapatkan haknya
8.
Berikutnya adalah pembahasan tentang peraturan/
undang-undang yang berkaitan dengan perempuan pekerja rumahan. Sesi ini dipandu
oleh Cecilia Susiloretno.
-
Definisi pekerja/ buruh: menurut UUK 13/2003,
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Jadi, kalau mengikuti UU, pekerja rumahan sudah tercover dalam UUK ini.
-
Buruh rumahan PoS sudah terlindungi dalam UU
ketenagakerjaan, tetapi pekerja rumahan SE, tidak terlindungi dalam UUK.
-
Hak-hak pekerja rumahan dalam UUK
-
Selain UUK 13/2003, ada juga UU yang mengatur
tentang pekerjaan borongan dengan batas waktu yang bisa digunakan dalam
mengadvokasi pekerja rumahan.
-
UUK 13/2003 ternyata lebih menguntungkan
pengusaha. UUK 13 mendukung kondisi pasar tenaga kerja yang fleksibel ->
legalisasi outsourching.
9.
Kemudian, faslap diajak untuk melakukan analisa
dengan metode SWOT untuk memetakan kondisi pekerja rumahan di wilayah
masing-masing.
Hasil analisa SWOT kondisi pekerja rumahan:
KEKUATAN
|
KELEMAHAN
|
PELUANG
|
ANCAMAN
|
- Keterampilan terasah/ Skill
- Keahlian yang bermanfaat dan dibutuhkan (setiap pekerja rumahan
memiliki keahlian yang unik yang dibutuhkan oleh pengusahanya)
- Mudah diajak bicara/ musyawarah
- Sudah ada mitra yang dapat menaungi (MWPRI)
- Berani melakukan negoisasi dg pemberi kerja (tp hasilnya belum
maksimal)
- Jumlahnya banyak
- Keinginan yang kuat dari kelompok untuk maju
- Mampu mengadvokasi stakeholder
- Kebersamaan/ guyub-rukun
- Mau berkelompok dan berjejaring
|
- Gampang jenuh
- Masih takut mengeluarkan uneg-uneg/ pendapat, Kurang berani
menyampaikan pendapat
- SDM (Pendidikan) rendah
- Kurang jangkauan pemasaran
- Tidak ada Perda/ UU yang menaungi
- Susah diajak berorganisasi karena trauma
- Umumnya kondisi rumah tangga/ keluarga pekerja rumahan tidak
mendukung untuk berorganisasi
- Pemerintah tidak mendukung, advokasi berbelit-belit
- Tidak jelas pengusaha
- Kurang pengetahuan/ informasi
- Tidak pede
- Anggota yang malas melakukan pertemuan
|
- Kelompok berani memberikan suara/ pendapat/ aspirasi
- Mencoba keterampilan sejenis yang lebih menjanjikan secara
ekonomi/ kreatif & inovatif
- Adanya wadah berkumpul/ organisasi untuk mengeluarkan pendapat
secara bebas
- Mengembangkan keterampilan dan pemasaran
- Ketersediaan dana/ anggaran yang cukup dari pemerintah
- Bergabung menjadi kelompok besar
- Pekerja rumahan memiliki keinginan untuk hidup dengan kondisi yang
lebih baik
- Kelompok berani berpendapat
- Tokoh masyarakat mendukung
- Membuat Perda yang berpihak pada perempuan pekerja rumahan
- Menjadi lebih mandiri dan punya usaha
- Perbaikan atau penambahan skill pekerja rumahan
- Pihak RW peduli pada pekerja rumahan
|
- Kurang terbuka wawasan terhadap keterampilan baru
- Intimidasi/ larangan dari keluarga/ suami
- Pemasaran produk
- Menarik perhatian stakeholder untuk mau meningkatkan kesejahteraan
pekerja rumahan
- Menyadarkan pentingnya berorganisasi agar pekerja rumahan dapat
hidup lebih baik
- Majikan yang ketus
- Penyadaran pada pekerja rumahan itu sendiri
- Terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan/ menyusun Perda
- Sering melakukan lobi-lobi pada dinas terkait
- Keuangan dan sarana
- SDM rendah sehingga kurangnya akses terhadap layanan yang ada,
contoh: bidang kesehatan dan informasi
- Intensitas pengawasan dari kita/ kelompok/ faslap
|
10.
Sesi terakhir adalah, faslap diminta untuk
mendiskusikan rencana aksi advokasi pekerja rumahan yang akan dilakukan.
-
Merumuskan langkah dan tujuan advokasi pekerja
rumahan dengan metode SMART. Contoh: Tujuannya adalah agar pekerja rumahan
terdaftar/ mendapatkan BPJS gratis. Untuk melakukan hal ini, siapa yang akan
kita ajak kerjasama/ berjaring.
-
Siapa yang akan dilibatkan
-
Tentukan rencana aksinya (dalam 4 bulan ke
depan)
-
Menentukan kata kunci, pesan bersama yang akan
disampaikan dari kegiatan advokasi ini
-
Bagaimana cara menyampaikan pesan tersebut!
-
Tuliskan pesan dalam sebuah siaran pers!
Permasalahan
|
Bentuk advokasi
|
Tujuan
|
Siapa yang dilibatkan
|
Rencana aksi/ kegiatan
|
Pesan yang ingin disampaikan
|
Bagaimana cara menyampaikan
|
Media publikasi
|
Setelah mengikuti Pelatihan Melek
Hukum dan Advokasi ini, Rencana Tindak Lanjut yang disepakati oleh semua
peserta (fasilitator lapang) adalah:
1. Berjejaring
dengan stakeholder/ pemangku kepentingan: DPRD, SKPD/ Dinas, LSM, PKK, Kelompok
pekerja rumahan, MWPRI, Toga, Toma, Towa, dll -> “lesehan” ngundang
wartawan, media cetak/ elektronik, media sosial; FB, Twitter, blog, dll. Jika
diberitakan, maka beritanya dikliping untuk diinventarisasi.
2. Inventarisir
pekerja rumahan di daerah masing-masing (data base)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar